Jumat, 19 Februari 2016

Kisah Nyata Pemandi Mayat Banci

Dikutip dari Dream,Kisah nyata ini terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Rahmat namanya.salah satu pengurus Lembaga Amil Zakat (LAZ) Tabung Amanah Umat (TAmU) yang berkantor di kawasan Bekasi.

Lembaga yang dia kelola itu membuka jasa pemulasaraan jenazah muslim, gratis. Sebagai seorang pengurus LAZ yang juga menjadi petugas perawatan jenazah, Rahmat banyak memiliki pengalaman.

Satu pengalaman yang membuat dia merasa begitu prihatin adalah tatkala memandikan jenazah seorang banci.

Kisah ini terjadi sekitar lima tahun yang lalu . Waktu itu, Rahmat mendapat telepon dari seseorang yang meminta bantuan memandikan jenazah di kawasan Priok. Orang itu mengaku mendapat nomor telepon Rahmat dari siaran sebuah radio.

"Waktu itu ada tetangganya yang menelepon dan meminta bantuan," ujar Rahmat saat berbincang dengan Dream, Kamis, 18 Februari 2016.

Mendapat kabar itu, Rahmat segera meluncur ke lokasi. Dia sama sekali tidak menaruh curiga tentang siapa sebenarnya sosok jenazah yang akan dia urus.

"Awalnya saya tidak diberitahu. Jadi ke sana dengan asumsi membantu orang yang tidak mampu. Barangkali tidak bisa membayar jasa pemandian," kata dia.

Sesampai di lokasi, Rahmat tetap tidak merasa curiga. Dia hanya mendapat informasi para pengurus masjid dan mushala di sekitar lokasi, tidak ada yang mau mengurus jenazah. Mungkin saja, lantaran sudah tahu kebiasaan orang itu semasa hidup.

"Saya lalu kaget, kok yang datang kayak orang-orang salon semua," kata dia.

Tapi, Rahmat berusaha berbaik sangka jenazah adalah sosok pria normal. Dia yang kala itu dibantu oleh seorang sopir, kemudian masuk ke rumah duka dan akan menangani jenazah.

"Pas itu saya dikasih tahu kalau jenazah itu adalah banci," kata dia. Rahmat sempat mengalami kebingungan apakah akan melanjutkan prosesi pengurusan jenazah atau tidak. Dia langsung menghubungi ustaz yang menjadi rujukan dan meminta saran.

"Kata ustaz, diurus saja karena itu fardlu kifayah. Tetapi, harus dipastikan dulu apakah alat kelaminnya masih asli atau tidak. Kalau masih ada dan asli, kita mandikan. Kalau tidak, ya jangan dimandikan," ucap Rahmat.

Akhirnya Rahmat memeriksa alat kelamin jenazah itu. Setelah mendapat kepastian alat kelamin masih ada, Rahmat lantas segera memandikan jenazah tersebut.

Rahmat lantas segera memandikan jenazah tersebut. Rahmat menemukan lagi masalah baru.

"Tapi, ada masalah karena di bagian dadanya ada cairan silikon. Akhirnya cairan itu dikeluarkan. Dadanya palsu tapi alat kelaminnya masih asli," kata dia.

Rahmat menjadi semakin prihatin usai memandikan dan mengkafani jenazah. Tidak ada satupun orang yang mau menyalatkan jenazah itu, termasuk dari para pelayat yang notabene berperilaku seperti jenazah.

Rahmat pun kemudian menyalatkan jenazah tersebut bersama sopirnya. Pengurusan jenazah bahkan dilakukan sampai pada memakamkan.

Tidak ada warga sekitar yang membantu dia. Pun demikian para pelayat.

"Yang mengantarkan ke pemakaman itu ya banci juga, yang kebanyakan bercanda secara tidak pantas. Bahkan mereka sampai berebut tali pocong," tutur Rahmat.

Lebih lanjut, Rahmat mengatakan pengalaman tersebut menjadi pelajaran yang sangat berharga.

Pelajaran bukan hanya untuk Rahmat, melainkan juga bagi para muslim agar tidak terjebak dalam lingkaran praktik Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Sabtu, 16 Januari 2016

MAKSIAT 40 TAHUN, TERHAPUS TOBAT SEHARI

Islam.Setiap manusia tidak pernah luput dari dosa. Dalam khilafnya, pasti manusia pernah berbuat maksiat. Sebesar apapun dosa seseorang apabila orang tersebut mau bertobat dengan sungguh-sungguh maka apapun bisa terjadi.

Hal ini menunjukkan sifat Allah yang Maha Pengampun. Kisah tuntunan bertaubat kepada Allah SWT ini bermula dari zaman Nabi Musa as. Pada saat itu, terjadi kemarau yang berkepanjangan menimpa kaum Bani Israil. Hingga mereka merasa tidak kuat dan memutuskan untuk berkumpul lalu pergi menemui Nabi Musa. Mereka meminta agar Musa mendoakan kaum itu, agar Allah menurunkan hujan di daerah itu.

Mendengar keluhan tersebut, Nabi Musa beserta kaumnya pergi menuju tanah lapang dan berdoa agar Allah menurunkan hujan. Mereka berjumlah sekitar 70 ribu orang. Kemudian, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa. Allah berfirman bahwa Dia tidak mengabulkan doa Nabi Musa bukan karena kedudukan Nabi Musa yang rendah, justru Nabi Musa memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Tetapi ada salah seorang di antara kaum tersebut yang secara terang-terangan berbuat maksiat selama 40 tahun. Nabi Musa dapat memanggil orang tersebut untuk keluar dari gerombolan orang yang mengikuti Nabi. Karena dialah yang menjadi penghalang turunnya hujan di daerah tersebut. Namun, Nabi tidak yakin apakah suaranya yang lemah itu akan didengar oleh 70 ribuan orang. Kemudian Allah berfirman bahwa Nabi Musa yang memanggil tapi Allah yang akan menyampaikan kepada mereka. Nabi Musa pun menyeru pada rombongan itu dan meminta orang yang telah berbuat maksiat selama 40 tahun itu keluar dari rombongan. Beliau juga mengatakan jika orang tersebut lah yang menyebabkan hujan tidak turun. Orang itu pun menengok ke kanan dan ke kiri.

Namun, tidak ada yang keluar dari rombongan dan ia pun merasa bahwa orang yang dimaksud adalah dirinya. Mendengar hal tersebut, orang itu berdoa kepada Allah bahwa ia telah mengakui kesalahannya selama 40 tahun durhaka pada Allah. Tapi, ia berada di tempat itu untuk meminta pada Allah dengan penuh ketaatan dan ia memohon tobat pada-Nya. Seketika, muncullah gumpalan awan dan turun lah hujan. Nabi Musa heran mengapa turun hujan padahal belum ada seorang pun yang mengaku. Kemudian, beliau pun bertanya pada Allah mengenai hal ini. Allah berfirman ada Nabi Musa bahwa orang yang dahulu telah berbuat dosa selama 40 tahun itu sekarang telah bertobat. Inilah dosa sebanyak buih di lautan bisa dihapus dalam hitungan 1-3 menit. Mengetahuinya, Nabi pun penasaran siapa orang yang telah durhaka kepada Allah. Allah berfirman jika selama ia berbuat dosa saja Allah tidak membuka aibnya, terlebih ketika ia sudah bertobat. Oleh karena itu, Allah tidak memberitahu Nabi Musa siapa orang tersebut karena Allah bukanlah pengadu umat-Nya. Berdasarkan cerita terhapusnya taubat dalam sehari padahal maksiat 40 tahun, kita dapat mengetahui bahwa Allah adalah maha Pengampun. Banyak kaum manusia yang tidak tahu terimakasih, mereka jutsru bermaksiat dan menyekutukan dzat yang menciptakan mereka, yakni Allah. Mereka tidak memperhatikan larangan-Nya, bahkan banyak di antara mereka yang nekat melakukannya. sebesar apapun dosa umat-Nya, apabila ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak mengulangi perbuatan buruknya itu, maka Allah akan mengampuni segala dosanya layaknya bayi yang baru lahir. Demikian terhapusnya tobat dalam sehari padahal maksiat 40 tahun.

Selasa, 05 Januari 2016

DOSA YANG BISA MERUSAK PERNIKAHAN

السلام عليكم
Dikutip dari FP Habib Novel Jufry
berikut adalah "DOSA YANG BISA MERUSAK PERNIKAHAN"

• Tuk Suami:
1.SUAMI Tidak Berfungsi Menjadi Pemimpin dengan Baik Akibat Nya Saling Melukai.
2.SUAMI GAGAL Menjadikan ISTRI Nomer Satu Dalam Hidupnya Menomer Duakan Orgtuanya.
3.SUAMI Membandingkan Istri dengan Wanita Lain.
4.SUAMI Kurang Disiplin Mengontrol Emosi dan KEBIASAAN Buruk.
5.SUAMI GAGAL Memuji Hal-hal Kecil Dari ISTRI.
6.SUAMI Menolak Pendapat ISTRI.
7.SUAMI Tidak Pernah Minta Maaf.

•Tuk Istri:
1.ISTRI Tidak Menghargai Suami Sebagai Otoritas.
2.ISTRI GAGAL Menundukkan Diri Kepada Suaminya.
3.ISTRI GAGAL Menampilkan Kecakapan Manusia Batiniah.
4.ISTRI GAGAL Menunjukkan Rasa Syukur Kepada Suaminya.

Kebutuhan Seorang Suami:
1.Hub SEX dg Istri
2.Istri Sebagai Sahabat.
3.Rumah yang Rapi.
4.ISTRI yang Selalu Tampil Menarik.
5.Saling Menghargai Satu Sama Lain.

Kebutuhan Seorang Istri:
1.Kasih Sayang dan Penghargaan.
2.Selalu Diajak Bicara Komunikasi.
3.Jujur dan Terbuka.
4.Keuangan yang Cukup.
5.Komitmen terhadap Keluarga.

Ingatlah Wahai Para Suami..!!
Kepala Keluarga yang Berhasil dalam Keluarga Maka Keberhasilan yang lain Akan Mengikuti..!!

Kepala Keluarga yang GAGAL dalam Keluarga Maka KEGAGALAN lain akan Mengikuti.

Kebahagiaan Perkawinan Membutuhkan Perjuangan yang Tidak Kenal Lelah, dan Membutuhkan Kehadiran dan Pertolongan ALLAH.

Berbahagialah Mereka yang Benar-benar Menikmati Hidup Rumah Tangga yang Rukun & Damai, Meskipun itu harus diperoleh dengan Cucuran Air Mata.

Belaian Tangan Suami adalah Emas Bagi Seorg Istri.
Senyum Manis Sang Istri adalah Permata Bagi Suami.

Kesetiaan Suami Adalah Mahkota bagi Sang Istri.
Keceriaan Istri adalah Sabuk di pinggang Suami.

Perbaikilah apa yang bisa diperbaiki Sekarang Sebelum Terlambat..
Cintailah Pasangan yang Telah ALLAH Pilihkan Untuk Mu..!!

Buat Para Suami Janganlah Kau Sakiti Istri Mu Karena Air Mata Isti Mu akan Menjadi Penghalang Rejeki Mu..!!

Buat Para Istri Hargailah Suami Mu Jangan Sekali-kali Kamu Kurang Ajar Kepada Nya Karena SURGAMU Dibawah TELAPAK KAKI SUAMIMU..!!

Semoga ALLAH Memberkahi Pernikahan Anda Semua..!!
Bagi yang Belum Menikah, Semoga ini Bisa Menjadi Bekal Kelak Bila Anda Menghadapi Hidup Pernikahan.

Semoga Bermanfaat..
والسلام

Jumat, 01 Januari 2016

Bapak Tua Penjual Amplop

Setiap kali menuju Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa ‘aneh’ di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya.

Tentu agak aneh ketika kakek tersebut ‘nyempil’ sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat. Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba.

Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu. Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur.

Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Hanya sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya pun menghampiri bapak tadi.

Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. ‘Seribu’, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya.

Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya. Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak.

Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak. Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu.

Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop.

Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu.

Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan.

Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi. Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor.

Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata.

Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini: “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka.

Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka. Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat.

Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua. Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

sumber dari sebuah posting di facebook
Oleh Rinaldi Munir - Bandung